4

Kau dan Aku, Tanpa KITA

Posted by Fandhy Achmad R on 00.40
Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memperhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang di layar laptopku. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada di sana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudefinisikan lagi. Ini bukan yang baru bagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi, namun aku tetap menunduk, mencoba tak memedulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendiri.


Tentu saja, kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti? Seakan-akan aku tak mau tahu, seakan-akan aku tak memiliki rasa perhatian. Bagiku, sudah cukup seperti ini, cukup aku dan kamu, tanpa kita.

Kali ini, aku tak menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang mungkin saja sulit kau pahami. Karena aku sudah tahu, kamu sangat sulit diajak basa-basi, apalagi jika berbicara soal cinta mati. Aku yakin, kamu akan menutup telinga dan bernyanyi tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tidak akan tega membebanimu dengan cerita-cerita absurd yang selalu kau benci. Seperti dulu, saat aku bicara cinta, kau malah tertawa. Seperti saat kita masih bersama, aku berkata rindu, namun kau tulikan telinga.

Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau kualihkan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja, kau tak akan melihatnya, sejauh yang kutahu; kamu tidak peka. Dan mungkin saja sifat burukmu masih sama, walaupun kita sudah lama berpisah dan sudah lama tak saling bertatap mata.


Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun, aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Dan yah, sekarang kamu pasti sedang membuang muka, tak ingin membuka luka lama. Aku pun juga begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang samar, tak ingin mereka-reka senyummu yang tak seindah dulu.

Kalau boleh aku jujur, kata “dulu” begitu akrab di otak, pikiran dan telingaku. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat mendalam, sampai-sampai tak mampu terhapus begitu saja oleh angkuhnya waktu dan jarak. Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan terbang mengikuti gelitik hilir angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali.

Wajah baruku bisa kau lihat sendiri, terlihat lebih baik dan lebih hangat daripada saat awal perpisahan kita. Bicara tentang perpisahan, benarkah kita memang telah berpisah? Benarkah kita sudah saling melupakan? Jika memang ada kata “saling”, tapi mengapa hatiku masih terus ingin mengikatmu? Dan, mengapa hingga saat ini kamu tak benar-benar menjauh? Kadang, jarak tak menjadi alasan untuk kita saling berbagi. Dalam serba ketidakjelasan, aku dan kamu masih saja menjalani sesuatu yang tahu harus disebut apa. Tapi, katamu, masih ada rasa nyaman ketika saling berdekatan. Terlalu tololkah jika kusebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, nafas kita, kerinduan kita; miliki detak dan denyut yang seirama.

Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangkaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama sekali datang menghantui.

Karya : Yayu Anriana Rahman

4 Comments


lo ganti domain ya?
punya orang toh tulisannya, pantes beda banget dari yang biasanya gw baca


Haha bukan pak, ini blog baru :)))

Posting Komentar

Copyright © 2009 Kedai Kata All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.